Pakaian bekas saat ini menjadi barang yang sering dicari berbagai
kalangan masyarakat. Mereka yang memilih barang-barang ini mempunyai
berbagai alasan yang beragam, ada yang menganggap barang import tersebut
memiliki kualitas yang lebih bagus, ada juga yang ingin memilikinya
karena harga barang-barang tersebut lebih terjangkau. Lalu, apa hebatnya
pakaian bekas itu? Mengapa barang tersebut merambah kemasyarakat tanpa
memandang usia? Dan apakah ada bahayanya pakaian bekas tersebut?
Kita semua tahu bahwa produk dalam negri kita sulit bersaing dengan
produk luar negri, apalagi ditambah dengan kebijakan pemerintah
melakukan perdagangan bebas dengan cina saat ini dan ASEAN ditahun 2015,
tentunya produk kita akan semakin kalah saja dari sisi kualitasnya,
kreatifitasnya, inovasinya, sampai dengan harganya. Tidak hanya barang
baru saja yang diimport tetapi barang bekaspun diimport termasuk
pakaian. Menurut data Kementrian Perindustrian Republik Indonesia pada
kuartal 1 tahun 2013 ada sekitar 112 kontainer yang berisi pakaian bekas
dan semuanya, barang tersebut tidak memiliki surat-surat yang lengkap
alias ilegal, yang masuk dari seluruh pelabuhan indonesia, kebanyakan
masuk melalui pelabuhan di Pekanbaru Riau , yang kita ketahui Kemenperin
melarang masuk pakaian bekas import ini sejak tahun 2003 silam.
Di Jakarta saja banyak terdapat tempat-tempat yang menjual pakaian bekas
import ilegal ini diantaranya di Pasar Senen, Jakarta Pusat, di
Kebayoran Lama Jakarta Selatan, di belakang Ragunan Jakarta Selatan,
malahan ada yang menjualnya dipinggiran jalan dengan membuka lapak kaki
lima. Mungkin yang paling sering terdengar dari temapt yang disebutkan
hanya Pasar Senen di Jakarta Pusat yang menjual pakaian bekas, Pasar
Senen atau yang sering dibilang poncol ini didirikan sekitar tahun 1733
oleh Yustinus Vicnk sebagai pusat perdagangan batavia waktu itu, pada
jaman itu Pasar Senen menjual hasil bumi dan perlengkapan pakaian
didalamya hingga saat ini.
Walaupun para pedagang mencari rezeki dengan jalan halal, memperjual
belikan baju bekas ini pun tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi
barang-barang bekas ini didatangkan secara ilegal dan telah dilarang
oleh pemerintah Indonesia dalam peredarannya. Hal ini diungkap Farida,
salah satu penjual baju bekas di Pasar Senen ‘’Dari dulu memang
barang-barang bekas ini tidak boleh masuk ke Indonesia. Tapi ya mau
bagaimana lagi, orang-orang juga mau cari makan untuk keluarganya, kalau
barang bekas ini dilarang, kami mau makan pake apa,” ungkap wanita
berumur 40 tahun ini.
Kejelian dan kecermatan dalam memperhitungkan untung rugipun harus
diperhitungkan. Jika tidak, para pedagang bisa mengalami kerugian yang
cukup besar. Hal ini dikarenakan modal yang dikeluarkan untuk membeli
barang bekas ini tidak sedikit. Satu bal baju
bekas yang berisi 300 helai baju saja harganya bisa mencapai 3juta/bal
itupun tidak semuanya dalam kondisi bagus. Kadang penjual menumukan baju
dalam kodisi rusak dan tidak layak pakai. Khusus untuk pakaian dalam,
modal awal yang ditawarkan sangat tinggi. Satu bal bra atau celana dalam
saja modalnya bisa mencapai 8juta/bal, sedangkan untuk celana pendek
modalnya bisa mencapai 10-12juta/bal. Nurlela (38th) yang juga merupakan
salah satu pedagang pakaian bekas, khusus pakaian dalam mengungkapkan
mahalnya modal pakaian dalam bekas itu disebabkan karena barang-barang
tersebut semakin sulit di dapat. ‘’Barang-barang bekas ini kan memang
sulit masuk ke indonesia, sedangkan baju-baju saja sudah susah masuknya,
apalagi pakaian dalam. Makanya pakaian-pakaian dalam ini harganya
mahal, di samping kualitasnya yang bagus,” ungkap wanita yang sudah
berjualan 5 tahun ini di Pasar Senen.
Jenis baju yang dijual di toko-toko baju bekas biasanya berjumlah
terbatas atau malah hanya tersedia sebanyak satu buah saja sehingga
terkesan lebih personal. Efek personalitas ini yang tidak bisa didapat
jika kita membeli baju di mall atau supermarket karena baju-baju yang
dijual di sana rata-rata dibuat secara massal. Pengguna pakaian bekas
ini mengaku tidak ada masalah dalam memakainya. Hal ini diungkapkan
oleh, Firmansyah dan Susanto. Mereka mengakui bahwa telah lama
menggunakan pakaian bekas karena kualitas dan harganya yang sangat
miring dan cocok untuk kantong anak muda. Mereka menyebut pakaian bekas
itu dengan istilah “baju vintage”. ‘’Baju vintage itu kan baju luar,
didatangkan dari luar dan kualitasnya pun bagus dari pada buatan dalam
negeri. Apalagi kalo kita udah tahu merk-merk terkenal yang terkadang
juga terdapat dalam baju vintage tersebut. Kalo kita beli baru harganya
bisa mencapai 300rb, disana bisa kita dapat dengan harga 40rb,” ungkap
mahasiswa Trisakti ini.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nia, pelajar SMA, wanita yang baru
pertama kali membeli pakaian bekas ini mengaku bahwa ia mulai tertarik
untuk membeli baju bekas karena harga dan kualitas baju tersebut cukup
bagus. ‘’Harga baju-bajunya murah, kualitasnya juga boleh, high kuality
lah, enak dipake juga. Untuk kedepan nggak ada salahnya saya mulai
menggunakan baju bekas itu, ya, kalo ada yang mau ngajakin saya kesana
dan ada yang cocok, kenapa tidak,’’ ujarnya.
Yang namanya pakaian bekas tetap pakaian bekas. Baju yang telah dipakai
oleh orang-orang sebelumnya yang tidak jelas bagaimana kondisinya,
apakah mereka bersih, atau terbebas dari segala macam penyakit. Apalagi
barang-barang tersebut didatangkan dari luar negri dan tertumpuk-tumpuk
jadi satu ketika didalam kontainer. Jika tidak hati-hati bisa saja para
pengguna baju bekas akan terkena berbagai macam penyakit kulit. Untuk
itu, perlu adanya ketelitian dari para konsumen baju bekas untuk
meminimalisir akan resiko tersebut. Hal ini juga diungkapkan oleh
Firmansyah dan Susanto. ‘’kalo mikirin bahaya kesehatan, itu memang
sudah resiko bagi pengguna pakaian bekas, tapi kita kan bisa
mensiasatinya. Setelah kita membeli pakaian bekas, kita rendam saja
pakaian-pakaian tersebut ke dalam air panas beberapa menit, setelah itu
pakaian-pakian tersebut kita bawa ke loundry untuk dicuci”, tandas
mahasiswa smester 4 ini.
Sejauh ini, kebanyakan anak-anak muda yang menggunakan pakaian bekas
kadang bersikap malu-malu jika ketahuan membeli pakaian bekas tersebut.
Sikap malu-malu dari konsumen baju bekas di Indonesia ini juga didorong
oleh respon sebagian besar masyarakat yang menganggap baju-baju bekas
adalah sesuatu yang menjijikkan karena tidak jelas asal-usul sejarahnya,
juga berkesan kumuh karena dibeli di tempat-tempat yang sempit penuh
sesak dengan karung-karung isi baju bekas bertumpuk-tumpuk.
Namun, lain halnya dengan Rizal , anak muda asal kemayoran ini mengaku
kepada teman-temannya jika ia merupakan salah satu konsumen pemakai baju
bekas. ‘’Saya ngaku saja kalo saya pemakai pakaian bekas, kadang
malahan saya bangga, ngapain mesti malu, seharusnya bangga bisa make
barang luar. Saya bangga karena saya bisa membeli suatu barang tertentu
dengan harga murah sedangkan orang lain membeli dengan harga mahal
padahal kualitasnya sama,” ungkap pria 26 tahun ini.
Lain orang, lain juga prinsipnya. Walaupun banyak anak-anak muda yang
senang memakai baju bekas, ada juga sebagian anak muda yang enggan
bahkan tidak mau menggunakan baju bekas. Hal ini diungkapkan oleh Dian
Rahmawati dan Dira oktaviana. Mereka mengaku tidak mau menggunakan baju
bekas karena tidak jelas asal-usulnya dan mereka lebih memilih membeli
baju baru. “Selain itu bekas orang, kita kan juga nggak tau orang yang
sebelumnya punya baju itu apakah ada mengidap penyakit kulit atau
sebagainya, walau udah dicuci atau udah dilaundry segala macem lah,
kuman-kuman itu belum tentu bersih dipakaiannya dan tetap aja nggak
higienis. Biarin deh beli baju baru, ada juga kok baju baru yang
harganya 20ribu-30ribu, dari pada second,” ungkap Mahasiswi Komunikasi
UPN”Veteran”Jakarta ini.
Karena harga yang jauh lebih murah dan bermerk juga banyak dari para
konsumen tidak memikirkan efek lain yang ditimbulkan oleh pakaina bekas
dari berbagai macam penyakit misalnya penyakit kulit bahkan penyakut
menular.
Namun, waspada sebab mengenakan pakaian bekas memiliki risiko
tersendiri. “Pakaian tersebut mungkin dipenuhi tungau dan kutu dan dapat
mengandung beberapa jenis bahan kimia bahkan bakteri, dan cara terbaik
untuk menghindari risiko lebih lanjut yakni dengan sebisa mungkin tidak
membeli pakaian bekas. Ungkap dokter Silviani Rayahu, SpKK yang bertugas
di rumah sakit Jakarta Medical Centre. Bagi Anda yang telah membeli
pakaian bekas, ia menyarankan untuk mencucinya sebersih mungkin. Untuk
pakaian, sepatu ,dan celana dalam bekas, ada baiknya dijemur di bawah
sinar matahari selama beberapa hari sebelum dipakai. Dalam situasi apa
pun, menurut Silviani, sebaiknya kita jangan membeli pakaian bekas.
“Tanpa kebersihan yang layak, pakaian bekas bisa saja menyebarkan gonore
kronis yang sulit untuk didiagnosa,” gonore merupakan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Bilamana tidak diobati,infeksi akut
ini bisa menjadi kronis dan menjalar keorgan tubuh lain, ungkapnya.
Pakaian baru saja bisa menyebabkan penyakit karena penggunaan bahan
pengawet yang tidak sesuai standar, apalagi pakaian bekas sudah pasti
mengandung banyak penyakit. Jadi piki-pikirlah terlebih dahulu sebelum
membeli pakaian bekas.